Kinerja
sektor properti di pengujung tahun 2017 masih dalam tren rendah,
meskipun ada indikator yang menunjukkan pemulihan. Sepanjang sembilan
bulan pertama 2017, harga dan penjualan perumahan hanya tumbuh di bawah
5%. Kami memandang, perkembangan sektor ini di tahun depan akan sedikit
membaik dibandingkan tahun 2017, tapi masih perlahan.
Pertumbuhan
harga dan penjualan perumahan hingga kuartal III-2017 masih dalam level
rendah. Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), indeks harga properti
residensial tumbuh 3,3% year on year (yoy) sedikit lebih tinggi
dibandingkan periode sama tahun lalu, yang hanya tumbuh 2,8% (yoy). Tapi
masih lebih rendah dibandingkan tahun 2014 dan 2015 yang mampu mencatat
pertumbuhan di atas 5% (yoy).
Sejalan pertumbuhan harga yang
masih rendah, pertumbuhan penjualan perumahan pada kuartal III-2017
melemah menjadi 2,6% quarter on quarter (qoq), lebih rendah dibandingkan
tahun 2014-2015 yang dapat mencapai dobel digit, bahkan lebih dari 40%
(qoq) pada akhir tahun 2014.
Sebaliknya kredit properti mulai
terlihat tanda pemulihan. Pertumbuhan kredit pemilikan rumah dan
apartemen (KPR dan KPA) mulai meningkat sejak Juni 2017. Pada Juni 2017
KPR dan KPA secara tahunan hanya tumbuh 7,9%, kemudian meningkat menjadi
10,6% pada September 2017. Pertumbuhan membaik ini disertai dengan
rasio kredit bermasalah (NPL) stabil di level 2,8%.
Berdasarkan
provinsi, pertumbuhan tertinggi dicatat oleh Papua Barat (58,9%) dan
Papua (25,1%), sedangkan pertumbuhan paling rendah terdapat di Bali
(-15,6%) dan Maluku Utara (-8,3%). Rasio NPL tertinggi adalah Kalimantan
Timur (7,5%) dan Sulawesi Utara (6,5%) serta paling rendah adalah
Maluku (0,8%) dan Nusa Tenggara Timur (1,4%).
Pemerintah merilis
berbagai kebijakan mendorong permintaan sektor perumahan. Salah satunya
pelonggaran aturan loan to value (LTV) pada Agustus 2016 yang lalu. LTV
diturunkan dari 20% menjadi 15%. Jadi pembeli perumahan menyediakan
uang muka lebih rendah.
Namun, pelonggaran ini dianggap belum
mampu membuat sektor properti berlari kencang. Sehingga BI berencana
kembali menurunkan LTV secara spasial berdasarkan kondisi dan
perkembangan sektor properti di masing-masing wilayah.
Hingga
saat ini KPR dan KPA didominasi di Jawa (70%), lalu Sumatra (13%),
Kalimantan dan Sulawesi (masing-masing 6%), Bali-Nusa Tenggara (3%) dan
Maluku Papua (1%). Kami memandang penentuan wilayah yang menerima
pelonggaran LTV adalah wilayah yang mempunyai potensi pertumbuhan KPR
dan KPA besar dengan rasio NPL rendah.
Sebagai gambaran, per
September 2017, pertumbuhan KPR dan KPA di Jawa, Kalimantan, Maluku dan
Papua tumbuh di atas nasional. Namun hanya rasio NPL di Jawa, Maluku dan
Papua lebih rendah dari nasional.
Kebijakan lain adalah
penerapan suku bunga acuan rendah untuk menekan suku bunga pada level
kredit konsumsi. Suku bunga acuan sudah turun 300 bps dari dari 7,25% di
Januari 2016 hingga 4,25% di November 2017. Kami memperkirakan suku
bunga acuan tahun 2018 tidak mengalami kenaikan atau tetap di level
4,25%.
Namun transmisi penurunan suku bunga acuan ke suku bunga
kredit konsumsi lambat, karena terkendala efisiensi perbankan dan NPL
yang masih tinggi.. Suku bunga kredit konsumsi hanya turun 96,9 bps dari
13,9% di Januari 2016 menjadi 13% di September 2017. Seiring hal itu,
suku bunga KPR hanya turun dari 11,3% di Januari 2016 menjadi 10,1% di
September 2017.
Tahun 2018, kami melihat sedikit tanda pemulihan
sektor properti. Pertumbuhan perlahan ini sejalan dengan prediksi
pertumbuhan ekonomi tahun depan yang sedikit membaik, yaitu 5,1% (2017)
dan 5,3% (2018).
Pertumbuhan KPR dan KPA saat ini meningkat dan
lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Tapi pertumbuhan harga dan
penjualan perumahan masih rendah. Dampak kebijakan pemerintah sektor
properti diperkirakan lebih terlihat tahun depan.
Kemudahan
membeli perumahan dan suku bunga yang terjangkau diharapkan meningkatkan
permintaan hunian di tahun depan. Ujungnya diharapkan mendorong geliat
sektor properti
sumber silahkan kunjungi : http://m.kontan.co.id/news_analisis/prospek-sektor-properti-tahun-2018
Komentar
Posting Komentar